Dari hasil survey yg super spontan hasilnya ginih... alhamdulillah.. semua itu semata2 karena 'mantra' ampuh bin ajaib yg selalu saya kumandangkan untuk membangkitkan kepercayaan diri disetiap menghadapi tantangan..
"Hi problems i have a Big GOD" adalah 'mantra' yang ampuh ketimbang keluhan "Hi God i have a Big Problem" dalam setiap tantangan kehidupan saya yg serba 'terlanjur basah' yaap.... terlanjur basah adalah idiom yg mampu menggambarkan perjalanan hidup saya dari saya duduk di bangku sekolah hingga saya sekarang ini dan jikalau ingin mencari padanan pribahasa yg tepatnya seperti ini what all happened in me, because its all about the way from God. Saya akan runut peristiwa hari ini hingga kebelakang (masa lalu);
Saya menjadi salah satu peserta bimtek Penerjemahan lisan yang diselenggarakan oleh Sekretariat Kabinet RI pada bulan November 2016 lalu di Hotel Savero Golden Flower Bogor dengan pesertanya hanya 20 orang terpilih dari seluruh Penerjemah Pemerintah RI di seluruh NKRI dimana sensasi pendidikan dan pelatihan nya Subhanallah Allahuakbar bangettttt maakkkkk!!! pokonya setiap detiknya di kegiatan ini tuh pas banget dah kalo pakai soundtrack lagu anak2 "Aku Bisa, Aku Pasti Bisa!" sama lagu kebanggaannya civitas academia Makara Universitas Indonesia yaitu "Totalitas Perjuangan", dan saya bisa mencicipin sensasi syuper ini karena saya terlanjur basah menjadi peserta bimtek lisan di tempat ini dan pada tanggal ini pula di tahun lalu. Sangat tidak menyangka, padahal bimtek tahun lalu saya bawa bayi 6 bulan yang baru mengenal MPASI homemade dan masih ASI skin to skin setiap saat sang bayi butuh ASI. Jadi harus sering keluar kelas 1 jam sekali untuk nengok bayi ke kamar.
Saya menjadi peserta bimtek lisan tahun lalu karena saya terlanjur basah menjadi penerjemah pertama. Padahal dahulu sering bilang tidak mau pada pimpinan dan senior karena tidak berkompeten, tapi karena satu dan lain hal jadilah mengajukan pemberkasan untuk ikut impassing penerjemah.
Saya menjadi penerjemah pertama karena saya terlanjur basah menjadi PNS sebagai calon penerjemah. Padahal pengennya jadi PNS staf biasa ajah karena biar bisa mengerjakan tugas yang biasa-biasa ajah dari pimpinan.
Saya menjadi PNS sebagai calon penerjemah karena saya terlanjur basah mendaftar CPNS dengan formasi penerjemah bahasa Arab. Padahal pernah memberikan pernyataan pada dosen pembimbing akademik tidak ingin mempelajari tentang penerjemahan apalagi jadi penerjemah. Oleh karena itu, saat mengetahui saya lulus CPNS sebagai penerjemah yang pertama kali terfikirkan oleh saya bersimpuh meminta maaf pada dosen PA dan pensiun dini.
Saya mendaftar CPNS dengan formasi penerjemah bahasa Arab karena saya terlanjur basah menjadi lulusan Fakultas Imu Budaya sastra Arab UI Angkatan 2006 wisuda 10 Januari 2010. Padahal mata kuliah bahasa Arab saya paling tinggi nilainya B- dan dari 144 SKS mata kuliah yang saya ambil 85% tentang sejarah, sosial, budaya, politik Timur Tengah.
Saya menjadi mahasiswi FIB sastra Arab UI selama 3,5thn dengan skripsi penjurusan sejarah dan politik Timur Tengah karena saya terlanjur basah lulus SPMB tahun 2006 dengan pilihan pertama saya jurusan sastra Arab UI. Padahal yang saya isi dari rumah Sastra Rusia UI tapi saat mau menyerahkan ke panitia saya tarik lagi kertasnya lalu saya ubah menjadi sastra Arab UI sebagai pilihan pertama saya.
Saya lulus SPMB tahun 2006 karena saya terlanjur berkata pada hati saya “liat ajah pokonya saya akan tunjukan pada guru saya yang telah melebel saya sebagai orang yang tidak berbudaya karena tidak cakap dalam berbahasa, kalau saya bisa merubah label yg beliau berikan pada saya, gimana caranya pokonya saya harus berusaha untuk bisa, apapun hasilnya yang penting saya sudah berusaha…coba terus coba sampai saya bisa..saya pasti bisa!!!”. Padahal dalam hati kecil saya berkata “apa iya saya bisa? karena bagi saya menghafal dan memahami rumus reaksi oksidasi dan memahami konsep sejarah lebih mudah dari pada menghafal dan memahami rumus gramer serta konsep kalimat”
Saya bertekad demikian karena saya terlanjur menjadi anak yang tumbuh dan berkembang dengan bahasa A atau bahasa Ibu yang beraneka ragam karena masa kecil saya, saya menjadi ‘sebenar-benarnya titipan’ (titipan Allah yang dititipkan ke sanak saudara serta tetangga yg menggunakan beragam bahasa). Hal ini membuat saya terbentuk menjadi individu yang sering menzolimi bahasa.
Terlanjur basah adalah jawaban sederhana yang saya gunakan saat ditanya pertama kali oleh dosen sekaligus Pembimbing Akademik saya di jurusan sastra Arab UI, ketika orientasi Mahasiswa Baru “kenapa menjadi mahasiswi sarab ui 2006?”, luar bisanya setelah mendengar saya berkata demikikan, beliau menyikapi dengan bijaksana “kalau udah terlanjur basah terus ajah berenang sampai ketepian walau harus merambat di pinggiran kolam, yang penting jangan beranjak sebelum sampai ke ujung kolam, karena kalau kamu beranjak yang kamu dapat hanya masuk angin semata”. Bagai setitik hujan yg memecah batu karang, dari saat itu, poin2 yg saya sebeutkan di atas, saya mulai periksa kembali lalu saya perbaiki niat di setiap poin nya, kemudian the best perform di hadapan Allah, walau kadang ada gundah gulana pada setiap tantangan yang datang menerjang tapi tetap terus coba tunjukan pada Nya kalau saya ingin termasuk menjadi golongan hamba Nya yang bersyukur supaya Allah senang sama usaha saya lalu Allah menilai saya layak mendapat segala nikmatNya baik yang saya ingini maupun yang Allah kehendaki, perkara hasil biar Allah yang urus, serahkan semuanya kepada Allah, apapun hasilnya syukuri dan terus evaluasi diri. Karena sejatinya menikmati proses kehidupan itu sederhana cukup berdamai dengan masa lalu, perbaiki niat/mimpi/harapan/cita-cita, usaha, doa, berserah, dan bersyukur. Yang bikin hidup jadi drama itu karena menambahkan adegan berharap hanya sebatas kata tanpa usaha, sibuk mencari semut di sebrang lautan, mengabaikan gajah di hadapan wajah, serta asik mengeluh.
Walau kemampuan berbahasa saya tidak sejago teman-teman penerjemah pemerintah Indonesia namun saya ingin bermanfaat untuk masyarakat banyak. Untuk itu mulai saat ini apapun tantanganya manfaatkan itu kemudian jadilah bermanfaat. Saat saya mengatahui kelemahan saya maka saya harus terus mengolahnya menjadi kekuatan saya, minimal kekuatan untuk bangkit kemudian mencari pintu kesempatan yang lain. Saya pun memilih untuk memfokuskan pada penerjemahan bahasa berkebutuhan khusus dimana Juru bahasa Isyarat menjadi pilihan saya untuk saya jadikan ladang amal saya di dunia sampai akhirat.
Alasanya saya tertarik dengan bahasa isyarat dilihat dari kedekatan emosional, ketika tahun 2009-2011 (saat saya masi kuliah semester akhir) saya mengajar di Sekolah Semut-semut the Natural School yang memiliki guru dan murid yang heterogen, disana saya memahami kalau setiap anak itu unik dan disana banyak sekali anak2 yang beda dengan anak seperti biasanya saya lihat sehari2, sehingga saya sangat senang bermain dengan anak2 berkebutuhan khusus di sana, sampai akhirnya saya diberi tugas special untuk melatih nari salah satu murid perempuan tuli yang subhanallah hebatnya, saya diberi tantangan untuk mengeksplor kemampuan murid perempuan tuli ini yang ternyata kemampuan menarinya lebih baik dari pada teman-temannya yang dengar. Saya takjub entah gimana caranya dia bisa menari tradisional (saman) dengan sangat baik. Disetiap latihan bersamanya saya selalu mencoba membayangkan berada diposisinya, saya selalu bertanya2 bagaimana keadaan dia saat dewasa nanti? Seraya berdoa agar dia selalu berada dan dikelilingi oleh orang2 baik dan menjadikan dia lebih baik dengan mampu melihat kelebihannya tanpa mempersoalkan kekurangannya. Saya merasakan ada diposisi orang lain saya tidak mau menunggu sampai saya merasakan apa yang orang lain rasakan, karena bagi saya benar adanya jika pengalaman orang lain adalah guru yang tidak pernah marah. Saya memutuskan untuk bergerak melakukan perubahan semampu saya sebelum saya merasakan pengalaman orang lain rasakan, cukuplah pengalaman mereka menjadi pelajaran berharga saya untuk bersyukur dengan berusaha menjadi salah satu bagian dari penggerak perubahan hidup yang lebih baik.
Tahun 2013 sebelum saya mengajukan permohonan pengangkatan jabatan fungsional penerjemah, saya mengetahui bahwa salah tupoksi utama penerjemah pemerintah Indonesia adalah menerjemahkan bahasa asing ke bahasa Indonesia dan sebaliknya, saat memahami makna yang tersurat tersebut maka saya berfikir akan makna yg tersirat, saya mencari tahu apa yang dimaksud dengan bahasa asing itu kepada pimpinan sekretariat Negara yang pada saat itu jabatan fungsional penerjemah masih dipayungi oleh setneg RI. Hasil diskusi pun menghasilkan secercah harapan indah untuk saya, yaitu bahasa isyarat termasuk kedalam bahasa asing yang butuh diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sehingga masuk kedalam tupoksi Jabatan fungsional penerjemah. Dari sini mulailah mencari tahu tentang penerjemah bahasa isyarat.
Tahun 2014 ketika saya diangkat menjadi penerjemah pertama pada Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan MA-RI sampai tahun 2015 saya berusaha untuk menjadi penerjemah bahasa Isyarat sekaligus ingin mengembangbiakan juru bahasa isyarat di setiap sektor publik pemerintahan. Ikhtiar saya diawali dengan meminta bantuan pada setneg RI untuk memfasilitasi penerjemahan bahasa isyarat, namun nampaknya progressnya akan terasa sangat lama sehingga kasian masyarat tuli jika proyek bahasa isyarat ini hanya statis di setneg saja, karena saya faham mereka masih banyak pekerjaan rumah tangga mereka yang masih harus mereka benahi. Untuk itu lah mulailah saya mencari info tentang pihak-pihak yg berhubungan dengan bahasa isyarat. Pihak yang pertama kali saya temui untuk berkonsultasi dan berkoordinasi yaitu LRBI UI untuk menanyakan tentang permasalahan bahasa isyarat Bisindo dan SIBI namun mereka belum bisa memberikan solusi dari kekhawatiran saya jikalau perbedaan pendapat SIBI dan Bisindo masih terus berlangsung, maka saya bingung mau mempelajari yang mana untuk saya jadikan metode dalam penerjemahan saya ketika nanti saya bertugas menjadi penerjemah dan pelatih bahasa isyarat di pengadilan. Jika saya menggunakan Bisindo seperti yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia pada umunya, saya hawatir nanti dianggap sebagai abdi negara yang tidak sesuai dengan amanat pemerintah. Tapi jika saya menggunakan SIBI agar mendukung program & produk pemerintah RI saya pun hawatir jikalau nanti banyak orang berperkara di Pengadilan banyak yang tidak mengerti SIBI karena tidak semua orang tuli bersekolah di SLB sebagai tempat pengajaran SIBI. Untuk itulah saya mencari info dari pihak yang berkompeten dalam menangani problematika bahasa isyrat di Indoesia. Saya pun bertanya pada kementrian sosial ternyata di kemensos tidak berwenang dalam juru bahasa isyarat, sempat patah semangat hingga akhirnya disarankan oleh pihak kemensos untuk mencoba berikhtiar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nasional yang bertugas menangani kebahasan di seluruh Indonesia.
Tahun 2016 target saya yaitu menghadap dan berdiskusi dengan pimpinan Badan Bahasa serta pejabat kementrian pendidikan dan kebudayaan yang berwenang lainnya dalam menangani bahasa isyarat. Namun saya berfikir jika saya datang menghadap ke ruangan pejabat tinggi di kementrian pendidikan dan kebudayaan Pada 10-26 Maret 2016 tibalah kesempatan saya untuk mengajukan usulan pada pimpinan badan bahasa kemendikbud di dalam kegiatan diklat penerjemah tulis yang diselenggarakan oleh PPSDK Badan Bahasa untuk mengajukan saran agar Badan Bahasa atau pihak yang berwenang di Kemendikbud mampu mengatasi problematika SIBI dan BISINDO serta mengajukan saran agar menasionalkan bahasa isyarat Indonesia dan memberikan porsi yang lebih besar untuk mengkaji bahasa isyarat daerah di kantor/Balai bahasa di daerah. Alhamdulillah pimpinan Badan Bahasa Kemendikbud sangat responsive dan bergerak cepat atas saran saya tersebut dengan mengajak duduk bersama antara SIBI dan Bisindo di Kantor Badan Bahasa Rawamangun Jak-Tim. Ikhtiar saya pun ternyata bersinergi dengan perjuangan teman2 tuli untuk mendapatkan hak nya setelah sekian lama hanya dituntut menunaikan kewajibanya sebagai warga Negara Indonesia yang baik yaitu dengan diterbitkannya UU. Nomor 8 tahun 2016 tentang difable menjadi pijakan hukum bagi masyarakat tuli untuk mendapatkan hak nya sebagai warga Negara yaitu mendapatkan pelayanan juru bahasa isyarat di sektor pelayanan pemerintahan.
Berlakunya UU. No. 8 tahun 2016 menjadikan komunitas tuli semakin semangat dalam memperjuangkan Hak nya melalui sosialisasi hukum bagi masyarakat tuli yang akhirnya sosialisasi ini sampai ke pimpinan diklat Mahkamah Agung RI. Buah dari usaha teman-teman tuli itulah yang menjadikan proposal proyek juru bahasa isyarat di pengadilan yang saya ajukan sejak tahun 2014, akhirnya tahun 2016 proyek juru bahasa isyarat diterima oleh pimpinan Mahkamah Agung untuk dijadikan penelitian di tahun anggaran 2017 sehingga hasil penelitiannya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pimpinan tertinggi MA-RI untuk memutuskan suatu kebijakan dan peraturan baru yang mendukung hak teman tuli di seluruh tanah air Indonesia di tahun yang akan datang dengan mengadakan diklat guna memproduksi Juru bahasa Isyarat di Pengadilan. Namun faktanya berdasarkan hasil keputusan rapat evaluasi pusdiklat teknis pada tanggal 15-18 Desember 2016 bahwasanya anggara untuk diklat di tahun 2017 sebagian besar dialokasikan untuk diklat calon hakim, oleh karena itu diklat untuk bahasa isyarat di pengadilan tidak dapat masuk ke dalam rencana kegiatan diklat Mahkamah Agung RI dalam waktu dekat, karena masih banyak diklat sertifikasi teknis peradilan yang masuk ke dalam daftar tunggu sesuai dengan skala prioritas. Masalahnya tuntutan masyarakat akan kebutuhan juru bahasa isyarat semakin mendesak untuk direalisasikan demi tercapinya lembaga peradilan yang agung yaitu pengadilan yang modern dan profesional maka solusi yang terfikirkan oleh saya yaitu meminta lembaga bangtuan pendonor untuk mengadakan diklat juru bahasa isyarat di pengadilan, salah satunya yaitu ke Sustain UNDP untuk meminta kerjasama diklat pengembangan SDM staf Peradilan berupa diklat juru bahasa isyarat di pengadilan dengan Pusdiklat Menpim Mahkamah Agung RI pada tanggal 19 Desember 2016 di Le Meridien Hotel Jakarta. Besar harapan saya untuk ada kesempatan menyegerakan juru bahasa isyarat di Pengadilan guna merealisasikan visi Mahkamah Agung RI yaitu menuju peradilan yang Agung.
"Hi problems i have a Big GOD" adalah 'mantra' yang ampuh ketimbang keluhan "Hi God i have a Big Problem" dalam setiap tantangan kehidupan saya yg serba 'terlanjur basah' yaap.... terlanjur basah adalah idiom yg mampu menggambarkan perjalanan hidup saya dari saya duduk di bangku sekolah hingga saya sekarang ini dan jikalau ingin mencari padanan pribahasa yg tepatnya seperti ini what all happened in me, because its all about the way from God. Saya akan runut peristiwa hari ini hingga kebelakang (masa lalu);
Saya menjadi salah satu peserta bimtek Penerjemahan lisan yang diselenggarakan oleh Sekretariat Kabinet RI pada bulan November 2016 lalu di Hotel Savero Golden Flower Bogor dengan pesertanya hanya 20 orang terpilih dari seluruh Penerjemah Pemerintah RI di seluruh NKRI dimana sensasi pendidikan dan pelatihan nya Subhanallah Allahuakbar bangettttt maakkkkk!!! pokonya setiap detiknya di kegiatan ini tuh pas banget dah kalo pakai soundtrack lagu anak2 "Aku Bisa, Aku Pasti Bisa!" sama lagu kebanggaannya civitas academia Makara Universitas Indonesia yaitu "Totalitas Perjuangan", dan saya bisa mencicipin sensasi syuper ini karena saya terlanjur basah menjadi peserta bimtek lisan di tempat ini dan pada tanggal ini pula di tahun lalu. Sangat tidak menyangka, padahal bimtek tahun lalu saya bawa bayi 6 bulan yang baru mengenal MPASI homemade dan masih ASI skin to skin setiap saat sang bayi butuh ASI. Jadi harus sering keluar kelas 1 jam sekali untuk nengok bayi ke kamar.
Saya menjadi peserta bimtek lisan tahun lalu karena saya terlanjur basah menjadi penerjemah pertama. Padahal dahulu sering bilang tidak mau pada pimpinan dan senior karena tidak berkompeten, tapi karena satu dan lain hal jadilah mengajukan pemberkasan untuk ikut impassing penerjemah.
Saya menjadi penerjemah pertama karena saya terlanjur basah menjadi PNS sebagai calon penerjemah. Padahal pengennya jadi PNS staf biasa ajah karena biar bisa mengerjakan tugas yang biasa-biasa ajah dari pimpinan.
Saya menjadi PNS sebagai calon penerjemah karena saya terlanjur basah mendaftar CPNS dengan formasi penerjemah bahasa Arab. Padahal pernah memberikan pernyataan pada dosen pembimbing akademik tidak ingin mempelajari tentang penerjemahan apalagi jadi penerjemah. Oleh karena itu, saat mengetahui saya lulus CPNS sebagai penerjemah yang pertama kali terfikirkan oleh saya bersimpuh meminta maaf pada dosen PA dan pensiun dini.
Saya mendaftar CPNS dengan formasi penerjemah bahasa Arab karena saya terlanjur basah menjadi lulusan Fakultas Imu Budaya sastra Arab UI Angkatan 2006 wisuda 10 Januari 2010. Padahal mata kuliah bahasa Arab saya paling tinggi nilainya B- dan dari 144 SKS mata kuliah yang saya ambil 85% tentang sejarah, sosial, budaya, politik Timur Tengah.
Saya menjadi mahasiswi FIB sastra Arab UI selama 3,5thn dengan skripsi penjurusan sejarah dan politik Timur Tengah karena saya terlanjur basah lulus SPMB tahun 2006 dengan pilihan pertama saya jurusan sastra Arab UI. Padahal yang saya isi dari rumah Sastra Rusia UI tapi saat mau menyerahkan ke panitia saya tarik lagi kertasnya lalu saya ubah menjadi sastra Arab UI sebagai pilihan pertama saya.
Saya lulus SPMB tahun 2006 karena saya terlanjur berkata pada hati saya “liat ajah pokonya saya akan tunjukan pada guru saya yang telah melebel saya sebagai orang yang tidak berbudaya karena tidak cakap dalam berbahasa, kalau saya bisa merubah label yg beliau berikan pada saya, gimana caranya pokonya saya harus berusaha untuk bisa, apapun hasilnya yang penting saya sudah berusaha…coba terus coba sampai saya bisa..saya pasti bisa!!!”. Padahal dalam hati kecil saya berkata “apa iya saya bisa? karena bagi saya menghafal dan memahami rumus reaksi oksidasi dan memahami konsep sejarah lebih mudah dari pada menghafal dan memahami rumus gramer serta konsep kalimat”
Saya bertekad demikian karena saya terlanjur menjadi anak yang tumbuh dan berkembang dengan bahasa A atau bahasa Ibu yang beraneka ragam karena masa kecil saya, saya menjadi ‘sebenar-benarnya titipan’ (titipan Allah yang dititipkan ke sanak saudara serta tetangga yg menggunakan beragam bahasa). Hal ini membuat saya terbentuk menjadi individu yang sering menzolimi bahasa.
Terlanjur basah adalah jawaban sederhana yang saya gunakan saat ditanya pertama kali oleh dosen sekaligus Pembimbing Akademik saya di jurusan sastra Arab UI, ketika orientasi Mahasiswa Baru “kenapa menjadi mahasiswi sarab ui 2006?”, luar bisanya setelah mendengar saya berkata demikikan, beliau menyikapi dengan bijaksana “kalau udah terlanjur basah terus ajah berenang sampai ketepian walau harus merambat di pinggiran kolam, yang penting jangan beranjak sebelum sampai ke ujung kolam, karena kalau kamu beranjak yang kamu dapat hanya masuk angin semata”. Bagai setitik hujan yg memecah batu karang, dari saat itu, poin2 yg saya sebeutkan di atas, saya mulai periksa kembali lalu saya perbaiki niat di setiap poin nya, kemudian the best perform di hadapan Allah, walau kadang ada gundah gulana pada setiap tantangan yang datang menerjang tapi tetap terus coba tunjukan pada Nya kalau saya ingin termasuk menjadi golongan hamba Nya yang bersyukur supaya Allah senang sama usaha saya lalu Allah menilai saya layak mendapat segala nikmatNya baik yang saya ingini maupun yang Allah kehendaki, perkara hasil biar Allah yang urus, serahkan semuanya kepada Allah, apapun hasilnya syukuri dan terus evaluasi diri. Karena sejatinya menikmati proses kehidupan itu sederhana cukup berdamai dengan masa lalu, perbaiki niat/mimpi/harapan/cita-cita, usaha, doa, berserah, dan bersyukur. Yang bikin hidup jadi drama itu karena menambahkan adegan berharap hanya sebatas kata tanpa usaha, sibuk mencari semut di sebrang lautan, mengabaikan gajah di hadapan wajah, serta asik mengeluh.
Walau kemampuan berbahasa saya tidak sejago teman-teman penerjemah pemerintah Indonesia namun saya ingin bermanfaat untuk masyarakat banyak. Untuk itu mulai saat ini apapun tantanganya manfaatkan itu kemudian jadilah bermanfaat. Saat saya mengatahui kelemahan saya maka saya harus terus mengolahnya menjadi kekuatan saya, minimal kekuatan untuk bangkit kemudian mencari pintu kesempatan yang lain. Saya pun memilih untuk memfokuskan pada penerjemahan bahasa berkebutuhan khusus dimana Juru bahasa Isyarat menjadi pilihan saya untuk saya jadikan ladang amal saya di dunia sampai akhirat.
Alasanya saya tertarik dengan bahasa isyarat dilihat dari kedekatan emosional, ketika tahun 2009-2011 (saat saya masi kuliah semester akhir) saya mengajar di Sekolah Semut-semut the Natural School yang memiliki guru dan murid yang heterogen, disana saya memahami kalau setiap anak itu unik dan disana banyak sekali anak2 yang beda dengan anak seperti biasanya saya lihat sehari2, sehingga saya sangat senang bermain dengan anak2 berkebutuhan khusus di sana, sampai akhirnya saya diberi tugas special untuk melatih nari salah satu murid perempuan tuli yang subhanallah hebatnya, saya diberi tantangan untuk mengeksplor kemampuan murid perempuan tuli ini yang ternyata kemampuan menarinya lebih baik dari pada teman-temannya yang dengar. Saya takjub entah gimana caranya dia bisa menari tradisional (saman) dengan sangat baik. Disetiap latihan bersamanya saya selalu mencoba membayangkan berada diposisinya, saya selalu bertanya2 bagaimana keadaan dia saat dewasa nanti? Seraya berdoa agar dia selalu berada dan dikelilingi oleh orang2 baik dan menjadikan dia lebih baik dengan mampu melihat kelebihannya tanpa mempersoalkan kekurangannya. Saya merasakan ada diposisi orang lain saya tidak mau menunggu sampai saya merasakan apa yang orang lain rasakan, karena bagi saya benar adanya jika pengalaman orang lain adalah guru yang tidak pernah marah. Saya memutuskan untuk bergerak melakukan perubahan semampu saya sebelum saya merasakan pengalaman orang lain rasakan, cukuplah pengalaman mereka menjadi pelajaran berharga saya untuk bersyukur dengan berusaha menjadi salah satu bagian dari penggerak perubahan hidup yang lebih baik.
Tahun 2013 sebelum saya mengajukan permohonan pengangkatan jabatan fungsional penerjemah, saya mengetahui bahwa salah tupoksi utama penerjemah pemerintah Indonesia adalah menerjemahkan bahasa asing ke bahasa Indonesia dan sebaliknya, saat memahami makna yang tersurat tersebut maka saya berfikir akan makna yg tersirat, saya mencari tahu apa yang dimaksud dengan bahasa asing itu kepada pimpinan sekretariat Negara yang pada saat itu jabatan fungsional penerjemah masih dipayungi oleh setneg RI. Hasil diskusi pun menghasilkan secercah harapan indah untuk saya, yaitu bahasa isyarat termasuk kedalam bahasa asing yang butuh diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sehingga masuk kedalam tupoksi Jabatan fungsional penerjemah. Dari sini mulailah mencari tahu tentang penerjemah bahasa isyarat.
Tahun 2014 ketika saya diangkat menjadi penerjemah pertama pada Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan MA-RI sampai tahun 2015 saya berusaha untuk menjadi penerjemah bahasa Isyarat sekaligus ingin mengembangbiakan juru bahasa isyarat di setiap sektor publik pemerintahan. Ikhtiar saya diawali dengan meminta bantuan pada setneg RI untuk memfasilitasi penerjemahan bahasa isyarat, namun nampaknya progressnya akan terasa sangat lama sehingga kasian masyarat tuli jika proyek bahasa isyarat ini hanya statis di setneg saja, karena saya faham mereka masih banyak pekerjaan rumah tangga mereka yang masih harus mereka benahi. Untuk itu lah mulailah saya mencari info tentang pihak-pihak yg berhubungan dengan bahasa isyarat. Pihak yang pertama kali saya temui untuk berkonsultasi dan berkoordinasi yaitu LRBI UI untuk menanyakan tentang permasalahan bahasa isyarat Bisindo dan SIBI namun mereka belum bisa memberikan solusi dari kekhawatiran saya jikalau perbedaan pendapat SIBI dan Bisindo masih terus berlangsung, maka saya bingung mau mempelajari yang mana untuk saya jadikan metode dalam penerjemahan saya ketika nanti saya bertugas menjadi penerjemah dan pelatih bahasa isyarat di pengadilan. Jika saya menggunakan Bisindo seperti yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia pada umunya, saya hawatir nanti dianggap sebagai abdi negara yang tidak sesuai dengan amanat pemerintah. Tapi jika saya menggunakan SIBI agar mendukung program & produk pemerintah RI saya pun hawatir jikalau nanti banyak orang berperkara di Pengadilan banyak yang tidak mengerti SIBI karena tidak semua orang tuli bersekolah di SLB sebagai tempat pengajaran SIBI. Untuk itulah saya mencari info dari pihak yang berkompeten dalam menangani problematika bahasa isyrat di Indoesia. Saya pun bertanya pada kementrian sosial ternyata di kemensos tidak berwenang dalam juru bahasa isyarat, sempat patah semangat hingga akhirnya disarankan oleh pihak kemensos untuk mencoba berikhtiar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nasional yang bertugas menangani kebahasan di seluruh Indonesia.
Tahun 2016 target saya yaitu menghadap dan berdiskusi dengan pimpinan Badan Bahasa serta pejabat kementrian pendidikan dan kebudayaan yang berwenang lainnya dalam menangani bahasa isyarat. Namun saya berfikir jika saya datang menghadap ke ruangan pejabat tinggi di kementrian pendidikan dan kebudayaan Pada 10-26 Maret 2016 tibalah kesempatan saya untuk mengajukan usulan pada pimpinan badan bahasa kemendikbud di dalam kegiatan diklat penerjemah tulis yang diselenggarakan oleh PPSDK Badan Bahasa untuk mengajukan saran agar Badan Bahasa atau pihak yang berwenang di Kemendikbud mampu mengatasi problematika SIBI dan BISINDO serta mengajukan saran agar menasionalkan bahasa isyarat Indonesia dan memberikan porsi yang lebih besar untuk mengkaji bahasa isyarat daerah di kantor/Balai bahasa di daerah. Alhamdulillah pimpinan Badan Bahasa Kemendikbud sangat responsive dan bergerak cepat atas saran saya tersebut dengan mengajak duduk bersama antara SIBI dan Bisindo di Kantor Badan Bahasa Rawamangun Jak-Tim. Ikhtiar saya pun ternyata bersinergi dengan perjuangan teman2 tuli untuk mendapatkan hak nya setelah sekian lama hanya dituntut menunaikan kewajibanya sebagai warga Negara Indonesia yang baik yaitu dengan diterbitkannya UU. Nomor 8 tahun 2016 tentang difable menjadi pijakan hukum bagi masyarakat tuli untuk mendapatkan hak nya sebagai warga Negara yaitu mendapatkan pelayanan juru bahasa isyarat di sektor pelayanan pemerintahan.
Berlakunya UU. No. 8 tahun 2016 menjadikan komunitas tuli semakin semangat dalam memperjuangkan Hak nya melalui sosialisasi hukum bagi masyarakat tuli yang akhirnya sosialisasi ini sampai ke pimpinan diklat Mahkamah Agung RI. Buah dari usaha teman-teman tuli itulah yang menjadikan proposal proyek juru bahasa isyarat di pengadilan yang saya ajukan sejak tahun 2014, akhirnya tahun 2016 proyek juru bahasa isyarat diterima oleh pimpinan Mahkamah Agung untuk dijadikan penelitian di tahun anggaran 2017 sehingga hasil penelitiannya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pimpinan tertinggi MA-RI untuk memutuskan suatu kebijakan dan peraturan baru yang mendukung hak teman tuli di seluruh tanah air Indonesia di tahun yang akan datang dengan mengadakan diklat guna memproduksi Juru bahasa Isyarat di Pengadilan. Namun faktanya berdasarkan hasil keputusan rapat evaluasi pusdiklat teknis pada tanggal 15-18 Desember 2016 bahwasanya anggara untuk diklat di tahun 2017 sebagian besar dialokasikan untuk diklat calon hakim, oleh karena itu diklat untuk bahasa isyarat di pengadilan tidak dapat masuk ke dalam rencana kegiatan diklat Mahkamah Agung RI dalam waktu dekat, karena masih banyak diklat sertifikasi teknis peradilan yang masuk ke dalam daftar tunggu sesuai dengan skala prioritas. Masalahnya tuntutan masyarakat akan kebutuhan juru bahasa isyarat semakin mendesak untuk direalisasikan demi tercapinya lembaga peradilan yang agung yaitu pengadilan yang modern dan profesional maka solusi yang terfikirkan oleh saya yaitu meminta lembaga bangtuan pendonor untuk mengadakan diklat juru bahasa isyarat di pengadilan, salah satunya yaitu ke Sustain UNDP untuk meminta kerjasama diklat pengembangan SDM staf Peradilan berupa diklat juru bahasa isyarat di pengadilan dengan Pusdiklat Menpim Mahkamah Agung RI pada tanggal 19 Desember 2016 di Le Meridien Hotel Jakarta. Besar harapan saya untuk ada kesempatan menyegerakan juru bahasa isyarat di Pengadilan guna merealisasikan visi Mahkamah Agung RI yaitu menuju peradilan yang Agung.
post ini diikutsertakan dalam Blog Competition Serioxyl X IHB
www.indonesian-hijabblogger.com
www.indonesian-hijabblogger.com