Faktanya:
Dari awal kesepakatan pranikah kami adalah mengembalikan segala titipan Allah dgn sebaik2nya ia kembali, termasuk titipan berupa anak. Untuk itu kami berkomitnen untuk terus menerus belajar dari para ahli maupun pengalaman org2 terdahulu, salahsatunya gadget. Berawal dari saat saya mengajar thn 2009, ada anak murid saya yg unik dia tdk responsif saat ditinjau ternyata tdk ada gangguan autis namum hanya mengalami lowdevelopment saat dievaluasi penyebabnya adalah terlalu banyak menonton TV sejak lahir, jd sang anak hanya berkomunikasi 1 arah. Awalnya saya tdk langsung menyimpulkan TV/media elekteoni/TV berbahaya, krn yg saya yakini:
1. setiap anak itu berbeda2 dalam merespon suatu hal, ada yg biasa saja, ada yg malah berdampak negatip malahan ada pula yg berdampak positip bagi anak.
2. Jika tdk berlebihan ya gpp yg gak baik itu kan kalau berlebihan. Krn pda dasarnya Allah ajah tdk suka yg berlebihan.
Tapi semua keyakinan itu terpatahkan sejak kami dipertemukan dr.obgyn & dr.spesialis anak yg no gadget tuk anak, lalu kami pun diskusi sampai mendapatkan kesepakatan/komitmen kami ttg tantangan gadjet untuk anak2 yg dititipkan pada kami serta Alhamdulillah diantaranya:
1. Satu yg pasti dari bahaya gadget tanpa terkecuali untuk anak yaitu radiasi untuk MATA. Yap mata anak adalah titipan yg harus kami syukuri. Krn niat+ikhtiar+tawakal kami yaitu memiliki anak yg gemar membaca.
2. Masa anak2 gak keulang 2x, mumpung anak masi total dibawah kontrol ortu jadi selama masa itu mari kita manfaatkan sebaik2nya dgn mengoptimalkan masa golden age nya tanpa gadget. Krn Nanti akan tiba masanya anak akan memiliki kehendak, pilihan dan kemampuan merayu, mengakali, bahkan merajuk naahh klo udah tiba masa seperti ini pada anak, akan menjadi lebih sulit mengontrol gadget pda anak. So sebelum masa itu datang mari manfaatkan sebaik2nya tuk memperkuat pertahanan anak dari godaan gadget.
Masalahnya:
Krn pak buk golden age tu masa perkembangan otak paling pesat, nah.. untuk mengoptimalkannya perlu gizi yg baik+seimbang & stimulasi kegiatan fisik. Jd benar memang klo anak yg disuguhi gadget buat edukasi anak memang efeknya sangat luar biasa. Beberapa anak yg terbiasa dgn edukasi from gadget akan pintar bahasa asing, berhitung, menghafal, bahkan membaca di usia sangat dini. Bagus memang untuk saat ini. Tp sejatinya ada bahaya mengintai fungsi otaknya di usia dewasanya nanti. Pernah tw kan ada kasus anak terkena depresi, stress bahkan bunuh diri krn gak kuat dengan beban pikiriannya? Atau pernah tau berita ttg esmud2 yg diusia produktifnya udah pecah pembuluh darah otak, stress, depressi, struk ringan, dan menjadi pecandu alkohol, narkotik, hingga sex bebas dgn alasan just for have fun melepas penat pikiran? Yak klo kata ibu Elly Risman itu krn akumulasi yg diawali dari masa golden agenya. Masuk akal jika fenomena tersebut dikarenakan target ortu untuk menjadikan anak cerdas, bukan anak bahagia. Ingat anak cerdas yg lupa bahkan tidak tau bagaimana caranya bahagia akan menjadi sosok yg berbahaya di kemudian hari. Makanya kenapa sekarang2 ini banyak kita lihat/dengar istilah "jangan lupa bahagia" ya karena memang kenyataannya banyak insan cerdas serta mumpuni tp lupa atau bahkan gak tw caranya bahagia. Analogi kenapa masa golden age anak sebaiknya digunakan dgn aktifitas fisik bukan dgn gadget dgn konten hapalan2/berhitung/membaca, mari kita analogikan otak anak sama hal nya dgn lahan pertanian/perkebunan dimana pda masa golden age lahan itu sedang musim paling baik, sang petani (representasi ortu) mempunyai 2 pilihan, pertama segera menanam berbagai bibit tanaman yg tumbuh & hasilnya sungguh luar biasa sangat cepat dituai namun dgn kapasitas lahan yg segitu2 ajah petani ingin menanam ini itu bahkan ingin memelihara ikan sekalian di lahan itu, bisa dibayangkan kan.. di lahan yg segitu2 ajah gda perluasan tp terus ditanami apa jadinya? Sedangkan pilihan kedua petani sambil menggarap lahannya (representasi mengenalkan serta membiasakan kegiatan yg berhubungan dgn etika/moral/ilmu kehidupan yg baik), petani fokus meluaskan lahannya agar kelak nanti bisa menanam apa saja dgn rapih tidak tumpuk2/tidak saling tumpang tindih krn lahannya luas jd apapun yg ditanam bisa diakomodir dgn lahan yg luas.. beda hal nya dgn lahan yg gk bertambah tp yg ingin ditanam makin banyak. Masuk akal kan analogi dari perkembangan otak di golden age dgn lahan pertanian dimana petani sbg ortu yg berperan & bertanggung jawab dgn lahan serta isi lahan tersebut?
Solusinya:
Solusi yg kami jalani: dgn membuat sekolah karagia (sekolah dika ratih bahagia) 😉 untuk anak yg dititipkan Allah pda kami, dimana papah & mamah nya shena yg menjadi guru merangkap kepala sekolah. posisinya fleksible, bergantian kalau mamahnya lg ada tugas papahnya yg on duty di sekolah karagia begitu jg sebaliknya. Intinya sekolah ini kami buat sbg sarana untuk mengalihkan godaan gadget dgn berkegiatan fisik. Kegiatan yg dilakukan di sekolah karagia mengadaptasi kegiatan di sekolah PAUD+homeschooling+out bond+montensorri dgn memfokuskan pda stimulasi tumbuh kembang sesuai usianya seraya mengenalkan+membiasakan nilai2 kehidupan mulai dari yg sederhana namun prinsipil seperti: diskusi, bersabar, berdoa & bekerjasama.
Kesimpulannya, karena hidup itu pilihan jadi sebagai orang dewasa yg telah menjadi ortu bebas menentukan pilihan hidup untuk dirinya sendiri, Rumah Tangganya termasuk memilih pilihan untuk anak2nya. Dan sebagaimana yg kita tau kalau setiap pilihan itu pasti sepaket sama resiko serta solusinya, maka ortu pun sebaiknya siap dgn resiko sekaligus sigap+tanggap untuk memcari solusi dari resiko muncul disetiap pilihannya. Contoh, jikalau ortu sepakat untuk melumrahkan gadget untuk anak, ortupun harus siap dengan segala resiko yg muncul dari pengaruh gadet tersebut dgn menyiapkan solusi2 jitu untuk menangani resiko tersebut. Dan untuk ortu yg memilih untuk no gadget pada anaknpun harus siap menerima resiko dgn pilihannya serta terus mencari solusi dari resikonya itu seperti terus mencari cari untuk mengalihkan godaan gadget dgn kegiatan2 yg membuat anak terus senang & nyaman tanpa gadget. Klu nya semua pilihan itu mudah untuk kita pilih, karena kita pernah menjadi anak, jd kita pasti ngerti deh kaya gmn posisi anak dan rasanya jd anak itu kaya gmn so plissss jangan suruh anak mengerti posisi kita sbg ortu yaa... krn mereka belom pernah menjadi ortu. Selamat menjadi ortu!!
No comments:
Post a Comment